Kamis, 03 November 2016

KONTEKS AWAL MUNCULNYA ALIRAN KALAM


KONTEKS AWAL MUNCULNYA ALIRAN KALAM


Mata kuliah              : Ilmu Kalam
Dosen pengampu       : 1. Dr. Hermansyah, M. Ag.
 2. Achmad Tijani, S. Fil. M. Phil.




Disusun oleh
Kelompok  4
Kelas 2A



FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI  (IAIN)
PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK
2015/2016





KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumwr.wb.
Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, makalah ini bias hadir di hadapan anda.
Tak lupa pula, atas kerjasama dan rekan-rekan akhirnya makalah ini bias diselesaikan. Untuk itu, ucapan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kami haturkan kepada dosen pengampu matakuliah Ilmu Kalam yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada kami untuk membahas materi tentangKonteks Awal Munculnya Aliran Kalam. Semoga apa yang kami sajikan dalam makalah ini,bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Selain itu, kami juga menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan atau kesalahan yang harus diperbaiki. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan makalah ini untuk kedepannya. Akhir kata kami mengucapakan terimakasih.
Wassalamu’alaikumwr.wb.


Pontianak, April 2016

Penyusun







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Aliran kalam muncul dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Muawiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, dan persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap Islam.
Dan dalam hal ini yang akan kami paparkan adalah mengenai sejarah faktor timbulnya ilmu kalam dalam islam yang mana seperti di ketahui bahwa Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan bahwa umat islam kelak akan terbagi menjadi 73 golongan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana latar belakang munculnya aliran ilmu kalam?
2.      Apa saja faktor-faktor munculnya persoalan kalam?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui latar belakang munculnya aliran ilmu kalam.
2.      Untuk mengetahui faktor-faktor munculnya persoalan kalam.








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Munculnya Aliran Kalam
Pada masa Nabi Muhammad SAW, umat islam bersatu, mereka satu akidah, satu syariah dan satu akhlaqul karimah, kalau mereka ada perselisihan pendapat, diatasi dengan wahyu dan pada saat itu tidak ada peselisihan diantara mereka. Awal mula perselisihan dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Muawiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, dan persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap Islam.
Dalam sejarah Islam di terangkan bahwa perpecahan golongan itu tampak memuncak setelah terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, sebagaimana dikatakan oleh Hudhari Bik, Hal itu menjadi sebab perpecahan pendapat kaum muslimin, yaitu satu golongan yang dendam atas Utsman bin Affan dan mereka yang adalah orang-orang yang membai’at Ali bin Abu Thalib r.a, dan satu golongan yang dendam atas terbunuhnya Utsman dan mereka adalah golongan yang mengikuti Muawiyah bin Abu Sofyan r.a.
Setelah terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan perpecahan memuncak, kemudian terjadilah perang jamal yaitu perang antara Ali dengan Aisyah dan perang Siffin yaitu perang antara Ali dengan Mu’awiyah, bermula dari itulah akhirnya timbul berbagai aliran di kalangan umat islam, masing – masing kelompok juga terpecah belah menjadi banyak diantaranya yaitu tiga golongan yakni golongan khawarij adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap putusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dalam perang Siffin pada tahun 37H/648 M, dengan kelompok bughot (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.
Golongan Murji`ah adalah orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak. Golongan ketiga adalah syi`ah yaitu orang-orang yang tetap mencintai Ali dan keluarganya. Sedangakan Khawarij memandang bahwa Ali, Muawiyah, Amr ibn Al-As, Abu Musa Al-Asy`ari. Yang menerima abitrase (tahkim) adalah kafir, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur`an : “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. Dari ayat inilah mereka mengambil semboyan La hukma illa lillah (tidak ada hukum selain dari hukum Allah).
Harun lebih lanjut melihat bahwa sebagaimana telah dikatakan diatas bahwa persoalan kalam yang pertama adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang kafir dan siapa yang masih tetap dalam Islam. Khawarij sebagaimna telah disebutkan, memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, adalah kafir berdasarkan firman Allah pada surat Al-Ma’idah ayat 44.
Persoalan ini telah menimulkan tiga Aliran teologi dalam Islam, yaitu :
1.      Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti telah keluar dari Islam, atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
2.      Aliran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun masalah dosa yang dilakukannya, hal itu  adalah terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.
3.      Aliran Mu’tazilah, yang tidak menerima kedua pendapat diatas. Bagi mereka, orang yang berdosa besar bukan kafir, tetapi bukan pula mukmin. Mereka mengambil posisi antara mukmin dan kafir, yang dalam bahasa Arabnya terkenal dengan istilah al-manzilah manzilatain (posisi diantara dua posisi).
Dalam Islam, timbul pula dua aliran teologi yang terkenal dengan nama Qadariyah dan Jabariyah. Menurut Qadariyah, manusia mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Adapun Jabariyah, berpendapat  sebaliknya bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.


B.     Faktor-faktor Munculnya Persoalan Kalam
Faktor yang menyebabkan timbulnya persoalan-persoalan kalam antara lain dapat dikelompokkan menjadi 2 faktor yaitu : Faktor Internal dan Faktor Eksternal.

1.       Faktor Internal
a.       Dorongan dan Pemahaman Al-Qur’an.
Faktor internal ini yang mengundang berbeda pendapat dan senantiasa mengajak berfikir. Sehingga tuntutan berfikir itulah yang menyebabkan umat islam pada saat itu menentukan sesuatu dengan menggunakan fikirannya tanpa mengembalikan hasil pemikirannya pada Al-Qur’an, sehingga mengakibatkan perpecahan diantara umat islam pada saat itu.
b.      Persoalan Politik
Disamping faktor ‘memahami’ Al-Qur’an, sebagaimana dikemukakan sebelumnya, faktor politik dapat memunculkan madzhab-madzhab pemikiran dilingkungan umat islam, khususnya pada awal-awal perkembangannya. Maka, persoalan imamah (khilafah), menjadi persolan tersendiri dan khas yang menyebabkan perbedaan pendapat, bahkan perpecahan di lingkungan umat islam. Persoalan ini muncul mungkin karena umat islam menyadari bahwa khalifah adalah ‘amanah’ Ilahi, yang memiliki tujuan untuk mengembangkan dan menegakkan kultur, menegakkan perdamaian, serta menjamin manusia menjadi masyarakat yang tertib, dan lebih lanjutlagi menegakkan islam di muka bumi ini.
c.       Adanya kepentingan kelompok atau golongan
Kepentingan kelompok pada umumnya mendominasi sebab timbulnya suatu aliran, sangat jelas, dimana syiah merupakan kelompok yang mencintai dan memuji Ali bin Abi Thalib, sedangkan khawarij sebagai kelompok yang sebaliknya. Dan tujuan-tujuan diatas tadi berubah disebabkan kepentingan dan tujuan-tujuan pribadi maupun golongan, sehingga menyebabkan terjadinya pertentangan politik, yang menjurus kepada saling menyalahkan diantara mereka.

2.      Faktor Eksternal
Faktor ini muncul dari luar umat islam, yaitu :
a.       Akibat adanya pengaruh keagamaan dari luar islam.
Disamping faktor internal mendorong dan mempengaruhi kemnculan persoalan-persoalan kalam  juga ada faktor eksternal berupa paham-paham keagamaan non muslim tertentu yang mempengaruhi dan ikut mewarnai sebagian paham di lingkungan umat islam. Paham keagamaan non-islam yang dimaksudkan adalah paham keagamaan yahudi dan nasrani, sebagaimana pendapat H.A.R Gibb yang mengatakan bahwa sejak islam tersebar luas, terjadi kontak dengan lingkungan lokalnya. Di Syiria misalnya, pemikiran islam mulai dipengaruhi oleh pemikiran Kristen Hellenistik, dan di Irak dipengaruhi oleh doktrin-doktrin Gnostik. Demikian pula pandangan Goldziher orang jerman yang ahli ketimuran dan ahli islam, sebagaimana dikutip oleh Abu Bakar aceh, yang mengatakan bahwa banyak ucapan dan cara berfikir kenasranian dimasukkan ke dalam hadits-hadits yang dikataakan berasal dari Muhammad.


b.      Filsafat Yunani
Buku – buku karya filosofi Yunani di samping banyak membawa manfaat juga ada sisi negatifnya bila di tangan kalangan yang tidak punya pondasi yang kuat tentang akidah dan syariat islam. Sehingga terdapat keinginan oleh umat islam untuk membantah alasan – alasan mereka memusuhi islam.
























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Jika melihat dari sejarah-sejarah tersebut, awal dari ilmu kalam adalah karena adanya perbedaan atau perselisihan pendapat yang kemudian menimbulkan sebuah argumentasi-argumentasi yang di perdebatkan untuk membela masing-masing golongan.  Dengan faktor-faktor sebagai berikut:
1.       Faktor Internal
a.       Dorongan Dan Pemahaman Al-Qur’an.
b.      Adanya Persoalan Politik.
c.       Adanya kepentingan kelompok.

2.      Faktor Eksternal
a.       Akibat adanya pengaruh keagamaan  dari luar islam.
b.      Akibat pengaruh Filsafat Yunani










DAFTAR PUSTAKA
DR. Adul Rozak, M. Ag. Dan DR. Rosihon Anwar. 2010. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Drs Adeng Muchtar Ghazali. 2005. Perkembangan ILMU KALAM dari Klasik Hingga Modern. Bandung: Pustaka Setia.
Drs. H. Muhammad Ahmad. 1998. Tauhid Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Muhammad In’am Esha. 2006. Rethinking Kalam. Yogyakarta: eLSAQ Press.